Masalah
dan Kemunculan Fashion Swap Culture
Dunia
fesyen sedang menghadapi tantangan lingkungan dan sosial. Industri tekstil
merupakan satu dari penyumbang jejak karbon terbesar di dunia. Proses produksi satu kemeja berbahan dasar 100% kapas seberat 220 gram, menghasilkan sekitar 10,75 kg CO2 -belum termasuk gas emisi lainnya. Darimana
10,75 kg CO2 ini berasal? Sepanjang perjalanannya, sebelum sampai ke tangan
kita sebagai pembelinya, kemeja tersebut melalui proses ekstraksi bahan mentah,
kemudian proses produksi, transportasi, distribusi, dan setelah kita bosan
menggunakannya kemudian kemeja tersebut terabaikan dan dibuang begitu saja.
Lalu,
bagaimana dengan proses daur ulang baju baju tersebut? Daur ulang merupakan
suatu alternatif yang baik. Namun, faktanya, belum ada suatu contoh Negara yang
berhasil melaksanakan proses daur ulang tekstil dengan sempurna. Terlebih Lagi
Indonesia. Untuk melakukan daur ulang selembar kain menjadi helaian benang yang
siap untuk dipintal memerlukan teknologi mutakhir yang sangat mahal, walau
demikian, patut diapresiasi bahwa sudah ada suatu perusahaan Indonesia yang memulainya. Namun, tetap tidak
sebanding dengan jumlah sampah tekstil yang ada di Indonesia. Selain itu, bahan
yang dapat didaur ulang pun terbatas: kain yang terbuat dari bahan dengan
campuran spandex dan parachute tidak dapat diproses daur ulang.
Karenanya, pilihan untuk bertukar pakaian muncul sebagai alternatif yang mudah dilakukan. Mulai
dari keluarga, grup pertemanan, bahkan dengan orang yang belum kita kenal pun
kita dapat saling bertukar baju.
Inisiatif seperti tukarbaju dari Zerowaste ID, Fashion Revolution
Indonesia dan Baliswap adalah entitas
kelompok yang dengan konsisten meramaikan kembali budaya bertukar pakaian
setelah sempat booming di Dunia Barat sekitar tahun 1945 dan muncul kembali di
era 1980 dan 1990-an. Kemunculan gerakan conscious fashion pada mulanya ini
sangat menarik karena bertepatan dengan momen Perang Dunia Kedua. Setelah
lingkungan mereka hancur, masyarakat memusatkan perhatian mereka kepada
konservasi lingkungan. Masyarakat akhirnya sadar bahwa mereka harus bertanggung
jawab atas segala kerusakan yang terjadi dengan cara meminimalisir pola
konsumsi dan juga sampah yang mereka produksi.
Dari
pertama kemunculannya, Fashion swap memang diinisiasi dengan muatan moral dan
etika terhadap lingkungan sebagai respon dari pola konsumsi masyarakat.
Sehingga perlu kita sadari bahwa bertukar pakaian tidak sama dengan membuang
baju yang sudah usang ke forum pertukaran baju. Perlu pengecekkan yang teliti
apakan pakaian yang kita bawa masih layak untuk dipakai oleh orang lain,
anggaplah orang yang akan bertukar dengan kita adalah orang yang sangat kita
sayang.
Goal Akhir Fashion Swap
Tujuan
dari diselenggarakannya pertukaran pakaian adalah untuk meminimalisir pakaian
yang terbuang ke tempat pembuangan akhir dengan cara memperpajang umur
pemanfaatannya. Dalam kasus yang umum di Indonesia adalah diberikan kepada
orang yang bahkan tidak membutuhkannya. Terlebih lagi dengan kegiatan ini, setelah
pertukaran, jumlah pakaian yang kita miliki tidak bertambah atau bahkan menjadi
lebih sedikit. Berbeda halnya dengan saat kita berbelanja barang preloved atau
secondhand.
Bertukar
pakaian menjadi cara yang menyenangkan dalam hal belajar melakukan gaya hidup
fashionable yang lebih ramah lingkungan. Selain itu fashionista tetap dapat
memperbarui gaya berpakaian tanpa budget berlebihan.
Dengan
adanya proses fashion swap, diharapkan adanya perubahan mindset pada masyarakat
dan belajar menerapkan prinsip sharing economy. Perubahan gaya konsumsi menjadi
lebih berkesadaran dapat terlihat dengan munculnya upaya agar memperpanjang
umur suatu materi agar dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Sehingga tertanam
mindset atau pola pikir bahwa kita harus menjaga barang yang kita miliki dengan baik,
memberikan perawatan pencucian yang seuai dengan instruksi pada label, hingga
saat sudah bosan dengan pakaian tersebut dapat ditukarkan dalam kondisi yang
masih baik.
Namun
demikian berberapa faktor perlu diperhatikan pada saat bertukar baju
diantaranya adalah faktor kebersihan pakaian yang ditukarkan. Terutama karena
hal ini berkaitan dengan kesehatan komunal. Contohnya: setiap calon partisipan
bertanggungjawab untuk sadar akan keadaan kesehatan masing masing, misalkan
tidak mengikuti kegiatan ini saat sedang atau baru saja sembuh dari penyakit
menular terutama penyakit kulit dan Tuberculosis.
References:
R. Rathinamoorthy et al. 2019.
1 Komentar
Lucky Club: The BEST Online Casino site
BalasHapusJoin Lucky Club, the 카지노사이트luckclub best online casino site for players from around the world. Our site offers everything you need to win big with your deposits. Rating: 8.4/10 · 32 votes