Untuk Apa Bisnis Ethical Fashion?


Kini kita telah sampai pada pertengahan tahun 2020, namun kejadian luar biasa banyak terjadi selama satu semester ini. Serangan fajar banjir di hari pergantian tahun, mega-skandal perusahaan asuransi, pandemi, diskriminasi rasial, sehingga kita bertanya-tanya mungkinkah ini hanya fenomena gunung es. Kita pun melakukan refleksi dan mengambil hikmah agar menjadi lebih resilience, lebih lenting dan tangguh dalam menghadapi peristiwa yang tidak menunjukkan kepastian. Pandemi misalnya, mengajarkan bahwa ternyata keadaan sosial dan ekonomi sama rapuhnya, sementara langit kembali biru. Hal ini juga menjadi permulaan proses adaptasi karena kita tak pernah tahu ada berapa pandemi lain di kemudian hari.

Bukankah ini sama halnya dengan perubahan iklim yang sedang kita hadapi? Kita sama-sama tidak tahu kemungkinan buruk apa yang bisa terjadi bila tidak segera beradaptasi.



Bertumbuhnya berbagai ethical fashion line merupakan aksi nyata dari pelaku bisnis dan fashion enthusiast yang peduli dan responsif akan keadaan lingkungan kini. “Lingkungan” yang dimaksud tidak terbatas pada vegetasi dan hutan hujan tropis tetapi juga buruknya jaminan sosial, social gap yang lebar, dan bahkan budaya perilaku acuh tak acuh akan tensi sosial yang terjadi kini. Industrialisme dan kapitalisme menempatkan pelaku bisnis sebagai pihak antagonis yang bertanggung jawab akan kesenjangan dan degradasi lingkungan yang terjadi. Kemunculan pelaku bisnis etis membuktikan bahwa bisnis baik adalah solusi untuk menciptakan bisnis dan komunitas yang tangguh.  

Setidaknya 30% dari masyarakat Indonesia adalah generasi milenial. Generasi konsumtif yang juga berpikir kritis. Generasi yang sadar konsumsi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan kemampuan mengkritisi untuk siapa dan bagaimana pertumbuhan ekonomi ini didistribusikan, konsumen masa kini juga menyadari bahwa konsumsi mereka memiliki bobot moral dan keadilan. Terlebih saat pandemi melanda dan banyak industri terancam keberlangsungannya hingga harus melakukan pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Pemerintah butuh bantuan masyarakat dan juga peran aktif bisnis untuk mempercepat pemulihan kondisi ini.


Mengapa bisnis ethical fashion?


Karakter pelaku bisnis yang taktis dalam menyelesaikan masalah berkontribusi besar dalam inovasi yang telah dikenal dan dipakai masyarakat luas. Ironisnya, bisnis dan industri memiliki tanggung jawab besar atas kerusakan ekosistem dan keterasingan pekerja dengan kehidupannya sebagai individu yang utuh.

Untuk menjawab tantangan ini, ethical fashion menjanjikan pakaian stylish dengan desain yang lebih holistik, baik business design maupun design product. Ethical Fashion menyadari permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan yang terlalu lama ditimbun semenjak revolusi industri hingga kini. Hal ini disambut oleh fashion trend 2020 yang mendekatkan fesyen kepada nilai moral kemanusiaan dari perspektif yang lebih menyeluruh.

Kate Raworth, dalam kuliahnya pada kanal TED talk menyampaikan kritik pada model ekonomi konvensional (Gambar 1), agar lebih memperhatikan aspek lingkungan dari mana sumber bahan baku industrI berasal (Gambar 2). Kita tidak bisa menutup mata akan tudingan bahwa bisnis bertanggung jawab atas kesejahteraan pekerja dengan gaji yang layak, kondisi lingkungan kerja yang sehat, dan juga memangkas risiko kerusakan lingkungan.





Perubahan lingkungan yang tidak sehat juga akan menimbulkan ketegangan antara bisnis dan masyarakat terdampak. Dari film dokumenter “Most Polluted River,” kita harusnya menyadari bahwa hak masyarakat sekitar untuk hidup sehat telah dilanggar oleh bisnis yang tidak taat ketentuan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Mengacu pada model ekonomi terdahulu di mana dampak polusi tidak diperhitungkan, siklus ekonomi akan meninggalkan dampak kerugian yang amat besar secara akumulatif.

Lagipula, apa yang bisa kita pakai tanpa lingkungan? Bahkan polyester pun materialnya kita ambil dari perut bumi, bukan? Upaya eksplorasi bahan yang dapat diperbarui dari bahan natural khas lokal seperti serat rami, serat nanas bahkan serat miselium jamur sedang diupayakan. Dari semangat yang sama, industri melakukan upaya untuk menerapkan keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan kepada pegawai mereka. Hal ini memberikan pengaruh besar terhadap tingkat kesehatan baik fisik maupun mental. Tidak hanya itu, ethical fashion memberikan keleluasaan kepada para pekerja untuk berserikat dan berkumpul menyuarakan aspirasi mereka. Sebuah organisasi non-pemerintah di Bangladesh, Awaj Foundation, menggagas inisiatif agar pekerja garmen mendapatkan cek kesehatan secara berkala, pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi, hingga pengadaan mendirikan daycare (tempat penitipan anak) yang layak untuk anak anak buruh pabrik.



Ruh dari bisnis etis adalah memanusiakan manusia dan memberikan upaya terbaik untuk melestarikan lingkungan.

Yang sedang dihidupkan oleh pelaku bisnis fesyen etis adalah nilai moral dalam industri dan niaga. Seperti jargon yang selalu dibawakan, “Tidak perlu ada yang menderita hanya untuk tampil bergaya”, sehingga baik lingkungan maupun masyarakat tidak perlu menjadi korban fesyen.

Lalu dari mana konsumen mengetahui bahwa brand benar-benar serius melakukan misinya menjalankan fesyen etis? Konsumen menuntut adanya transparansi sumber bahan pakaian kita, bagaimana mereka diperoleh, serta bagaimana keuntungan penjualan didistribusikan. Kering Group contohnya, mempublikasikan kontribusi aktif dalam pengembangan sosial dan laporan dampak bisnis mereka. Dalam upaya transparansi, brand biasanya menjelaskan asal material yang digunakan dan bagaimana sumber daya alam diekploitasi. Brand juga melakukan proses sertifikasi yang dilakukan untuk menjamin bahwa tidak ada konflik dan praktik pencucian uang seperti pada proses penambangan emas dan berlian untuk perhiasan.

Dengan sistem yang transparan dalam industri ethical fashion, kamu bisa melakukan cek dan bahkan bertanya kepada brand kesayanganmu (apabila mereka mengklaim dirinya sebagai eco-label atau ethical label):
·      Apakah bahan diperoleh dengan eksploitasi alam yang tidak bertanggung jawab?
·      Adakah eksploitasi pekerja anak di dalamnya?
·      Apakah pekerja memiliki jaminan sosial?
·      Apakah terjadi diskriminasi dan praktik yang melalaikan hak pekerja?
·      Apakah pekerja diizinkan untuk berserikat dan berkumpul untuk menyuarakan aspirasi mereka?

Juga banyak pertanyaan lainnya yang bisa meyakinkan dirimu untuk loyal terhadap brand tersebut. Sehingga apabila kejadian serupa semester pertama 2020 terjadi lagi, mereka dapat menangguhkan tak hanya bisnis mereka, namun juga pekerja, masyarakat sekitar, dan sumber daya alam yang mereka eksplorasi. (Marietta Zahra) 



Posting Komentar

0 Komentar